mv please
Saturday, October 27, 2018
I want you to eat me up
`diketik oleh
Junita Pristi
pukul
11:28:00 PM
Labels:
blackbriar,
let me in,
we'd rather burn
Sunday, October 21, 2018
Berita Kehilangan
Beberapa orang memaafkan
Beberapa yang lain yang membawa
Berita kehilangan melalui
Perbuatan, perkataan menyakitkan
Beberapa orang memaafkan
Beberapa yang lain yang membawa
Berita kehilangan melalui
Perbuatan, perkataan menyakitkan
You guys are so worth to watch!
`diketik oleh
Junita Pristi
pukul
7:39:00 PM
Labels:
baskara,
berita kehilangan,
bodat,
feast
Wednesday, October 17, 2018
I think We're Doomed, and there is No Way Back
`diketik oleh
Junita Pristi
pukul
9:40:00 PM
Labels:
BMTH,
bring me the horizon,
doomed,
Thats the spirit
Monday, October 15, 2018
Biennale
Siapa disini yang nggak suka nonton film ?
Menurutku setiap manusia punya kebutuhan untuk mengaspresiasi maupun diapresiasi oleh orang lain.
Sesuatu yang diapresisasi itu bisa berupa audio, visual maupun kinestetik.
Ini ada beberapa film yang aku tonton di festival film dan membuatku semakin percaya sama kata-kata orang film.
"Sebuah film mencerminkan lingkungan, budaya dan masyarakatnya"
1. Turah
Sangat sangat sukaaa sama film ini. Menceritakan kehidupan sebuah desa terpencil*di tengah kota tapi gimana ya* di Tegal yang bahasanya sangat saya mengerti jadi enjoy nontonnya. Walaupun judulnya merupakan nama pelaku utama, tapi film ini menceritakan seluruh warga di kampung Tirang.
Setelah nonton ini ternyata ada talk show session cast sama produsernyaa.
Ada Turah dan Jadag yeyy daaaan ternyata mereka ngga medok sama sekali.
Mereka orang Tegal asli dan itu yang bikin filmnya makin <3.
2. Sekala Niskala (The Seen and Unseen)
Pas tau film ini udah nongkrong di 21 awalnya ragu, nonton nggak ya. Takut ngga bisa mengapresiasi dengan baik dan benar. Terus nggak lama udah ilang di bioskop.
*yaa ini yang bikin film Indonesia malah gak dihargai di negara sendiri kan*
Banyak orang yang bilang bahwa Film ini bukanlah film yang bisa dinikmati semua orang.
Berharap ada talkshow session yang membantu mengapresiasi, ternyata ada di 100persen manusia.
Cuss pergi untuk tahu, aku termasuk orang yang mana yaa.
Film ini berbahasa bali dan aku ngga heran kalau banyak yang bingung karena dari awal sampai akhir menceritakan budaya Bali.
Pas film udah nyampe ending pun, masih bingung.
Lah kok ?
Terus gimana ?
Datanglah si produser, dari sesi tanya jawab kita diajak flashback ke scene-scene film tadi dan aku cuma bisa bilang "Ooooh" "Eh iya yang ini" dll.
Aduuh ternyata bagus banget lah film ini kalo dihayati dan diresapi.
Tentang duality connection antara the seen (sekala/hidup) dan the unseen(niskala)
3. Eternal Summer (Odödliga)
Ini film Swedia, Romance ala ala gitu film santay lah pokoknya.
Nonton waktu ada festival film Eropa. Dari sekiaan banyak judul dan bingung, akhirnya milih ini karena .. Tove Lo yang ngisi jadi soundtracknya hehehe. Baru tau juga kalo Tove Lo emang orang Swedia.
Swedia terkenal menjunjung tinggi kebebasan dan kesejahteraan rakyatnya kan. Disini kamu bisa lihat seperti apa dunia swedia, orangnya, alamnya.
Menurutku setiap manusia punya kebutuhan untuk mengaspresiasi maupun diapresiasi oleh orang lain.
Sesuatu yang diapresisasi itu bisa berupa audio, visual maupun kinestetik.
Ini ada beberapa film yang aku tonton di festival film dan membuatku semakin percaya sama kata-kata orang film.
"Sebuah film mencerminkan lingkungan, budaya dan masyarakatnya"
1. Turah
Sangat sangat sukaaa sama film ini. Menceritakan kehidupan sebuah desa terpencil
Setelah nonton ini ternyata ada talk show session cast sama produsernyaa.
Ada Turah dan Jadag yeyy daaaan ternyata mereka ngga medok sama sekali.
Mereka orang Tegal asli dan itu yang bikin filmnya makin <3.
"Siapa disini yang sebel sama saya ?" - Slamet Ambari |
2. Sekala Niskala (The Seen and Unseen)
Pas tau film ini udah nongkrong di 21 awalnya ragu, nonton nggak ya. Takut ngga bisa mengapresiasi dengan baik dan benar. Terus nggak lama udah ilang di bioskop.
*yaa ini yang bikin film Indonesia malah gak dihargai di negara sendiri kan*
Banyak orang yang bilang bahwa Film ini bukanlah film yang bisa dinikmati semua orang.
Berharap ada talkshow session yang membantu mengapresiasi, ternyata ada di 100persen manusia.
Cuss pergi untuk tahu, aku termasuk orang yang mana yaa.
Film ini berbahasa bali dan aku ngga heran kalau banyak yang bingung karena dari awal sampai akhir menceritakan budaya Bali.
Pas film udah nyampe ending pun, masih bingung.
Lah kok ?
Terus gimana ?
Datanglah si produser, dari sesi tanya jawab kita diajak flashback ke scene-scene film tadi dan aku cuma bisa bilang "Ooooh" "Eh iya yang ini" dll.
Aduuh ternyata bagus banget lah film ini kalo dihayati dan diresapi.
Tentang duality connection antara the seen (sekala/hidup) dan the unseen(niskala)
3. Eternal Summer (Odödliga)
Ini film Swedia, Romance ala ala gitu film santay lah pokoknya.
Nonton waktu ada festival film Eropa. Dari sekiaan banyak judul dan bingung, akhirnya milih ini karena .. Tove Lo yang ngisi jadi soundtracknya hehehe. Baru tau juga kalo Tove Lo emang orang Swedia.
Swedia terkenal menjunjung tinggi kebebasan dan kesejahteraan rakyatnya kan. Disini kamu bisa lihat seperti apa dunia swedia, orangnya, alamnya.
*post ini dibuat karena saya kelewatan nonton festival film kedutaan jerman huhuu*
Sampai bertemu kembali
`diketik oleh
Junita Pristi
pukul
9:07:00 PM
Sunday, October 7, 2018
Subscribe to:
Posts (Atom)
Powered by Blogger.