Hari ini keluarga budhe (ibu gedhe) ku berkunjung ke rumah. Salah satu kesempatan langka karena keluarga Kalimantan yang ini jarang sekali berkunjung ke Pulau Jawa.
Mereka menyempatkan diri ke Malang dalam rangka mengantarkan anaknya kuliah di Surabaya di tahun ajaran baru ini.
Ada cerita menarik soal transmigrasi tahun 1979 yang diikuti keluarga Budhe waktu itu. Saat itu, program pemerataan penduduk untuk seluruh wilayah Indonesia di era Suharto ini tidak menarik banyak orang.
Padahal syaratnya sangat mudah, yaitu hanya sudah berkeluarga. Belum memiliki anak pun boleh mengikuti program transmigrasi. Bagi siapapun keluarga yang mau, tinggal menunggu jadwal keberangkatan dan tanah seluas 4 hektar, rumah, alat bahan pertanian hingga dana bantuan diberikan secara rutin kala itu.
Budheku sebagai orang yang memiliki anak paling banyak dibanding 10 saudara lainnya menganggap ini peluang bagus untuk mandiri dan memberi 6 orang anaknya warisan.
Namun menurut dia dulu sangat tidak mudah merintis tempat kosong dan membangun infrastruktur dari 0 bersama puluhan keluarga lainnya. Mengelola bekas hutan menjadi lahan pertanian, memikirkan bagaimana pendidikan anak-anaknya kelak dan susahnya menjual hasil panen di zaman yang belum mengenal internet (1979) .
Hal ini membuat banyak orang menyerah dan akhirnya kembali ke kampung halaman.
Andai transmigrasi ini ada di zaman sekarang, mungkin orang-orang sudah berebut untuk mendaftarkan diri. Namun program ini sendiri sudah berhenti di penghujung dekade 1980.